SEMUA YANG SAYA TULIS HANYA UNTUK MELUAPKAN BUKAN UNTUK MENYINGGUNG #TERIMAKASIH

Selasa, 07 Mei 2013

KEJADIAN LUAR BIASA KARENA MAKANAN


A.                DEFINISI KLB KARENA MAKANAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004 Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Menurut Mac Mahon and Pugh, 1970; Last, 1983, Benenson, 1990Kejadian Luar Biasa adalah Kejadian yang melebihi keadaan biasa, pada satu/sekelompok masyarakat tertentu.
Menurut Kep. Dirjen PPM & PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLBKejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu”.
Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

B.                 KRITERIA KERJA KLB
  • Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
  • Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibanding dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
  • Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya
  • Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua  kali lipat atau lebih dibanding      dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
  • CFR dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
  • Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau  lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya
  • Beberapa penyakit khusus: cholera, DHF/DSS 
·         Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
·         Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
  • Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan , Keracunan Pestisida

C.                KARAKTERISTIK PENYAKIT YANG BERPOTENSI KLB
  1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
  2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
  3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
  4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

D.                PENANGGULANGAN KLB KARENA MAKANAN :
Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Depkes, 2000)
Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah :
1.      Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
a.       Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistic
b.      Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c.       Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d.      Memperbaiki kerja laboratorium
e.       Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
2.      Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis.

E.                 METODOLOGI PENYELIDIKAN KLB KARENA MAKANAN
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
a.       Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.
b.      Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
c.       Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).
Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :
a.       Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b.      Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c.       Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d.      Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e.       Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).

Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada pada penyelidikan KLB, seperti berikut :
1)      Persiapan penelitian lapangan
2)      Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3)      Memastikan Diagnose Etiologis
4)      Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5)      Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6)      Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7)      Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8)      Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9)      Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10)  Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11)  Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12)  Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
Sumber : CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990.

            Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian diagnose dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989).
1.                  Persiapan Penelitian Lapangan
           Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi :
1)      Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a.       Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS) atau masyarakat (Laporan S-0).
b.      Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis, pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan dan lainnya).
c.       Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
2)      Pembuatan rencana kerja
Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal berisi :
a.        Tujuan penyelidikan KLB
b.       Definisi kasus awal
c.       Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber penulara
d.       Macam dan sumber data yang diperlukan
e.        Strategi penemuan kasus
f.        Sarana dan tenaga yang diperlukan.

Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya. Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan. Untuk membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola epidemiologis penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan dibuktikan pada waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan dan pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a.        Memastikan diagnosis penyakit
b.       Menetapkan KLB
c.        Menentukan sumber dan cara penularan
d.       Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi, mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a.       Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b.      Luas wilayah KLB
c.       Asal KLB diketahui
d.      Sifat penyakitnya.

Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
No
Strategi
Keuntungan
Kerugian
         1.
Penggunaan data fasilitas kesehatan
Cepat
Terjadi bias seleksi kasus
          2.
Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan
Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan kontak
Hanya kasus-kasus yang berat
         3.     
Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena
Cepat, tidak ada bias menaksir populasi
Kesalahan interpretasi pertanyaan
     4.       
Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan
Mudah untuk menge-tahui hubungan kasus dan kontak
bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
     5.       
Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai)
Dapat dilihat keadaan yang sebenarnya
Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
     6.       
Survai pada penderita
Jika diketahui kasus dengan pasti
Memerlukan waktu lama, hasil hanya terbatas pada kasus yang diketahui
     7.       
Survai agent dengan isolasi atau serologi
Kepastian tinggi, digunakan pada penyakit dengan carrier
Mahal, hanya dilakukan jika pemeriksaan lab dapat dikerjakan
Sumber : Bres, 1986.

3)      Pertemuan dengan pejabat setempat.
Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
2.                  Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB
a.       Pemastian diagnosis penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus adalah sebagai berikut :
·         Buat daftar gejala yang ada pada kasus
·         Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
·         Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya

b.      Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan kecenderungan jangka panjang (periode tahunan – pola maksimum dan minimum penyakit). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda (CDC, 1979).
Kriteria kerja untuk penetapan KLB yang digunakan adalah sebagai berikut :
a.       Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.
b.      Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.
c.       Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.
d.      Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.
e.       Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.
f.       Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
·         Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
·         Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.
g.      Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.
h.      Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.

KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui. Sebagai contoh adalah suatu KLB penyakit Fog di London. Kejadian penyakit tersebut telah dimulai pada tahun 1952, tetapi tidak mendapat perhatian karena dampak penyakit tersebut belum diketahui. Perhatian terhadap penyakit ini baru dimulai setelah adanya informasi peningkatan jumlah kematian di suatu masyarakat. Hasil penyelidikan KLB mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut karena penyakit Fog (Mausner and Kramer, 1985).
KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
·         Perubahan cara mendiagnosis penyakit
·         Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
·         Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
·         Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola Maksimum-Minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

c.       Identifikasi Kasus Atau Paparan
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang dengan lebih teliti. Ketelitian dalam mengidentifikasikan kasus sangat diperlukan untuk dasar deskripsi KLB berdasarkan waktu, tempat dan orang (Mac Mahon and Pugh, 1970; Kelsey at al., 1986).
Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit. Jika diagnosis pasti belum dapat ditentukan maka dapat digunakan frekuensi gejala klinis, kemudian dibuat definisi operasional kasus yang sesuai dengan frekuensi gejala klinis yang ditemukan.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979).
Menurut Greg (1985) pada KLB penyakit dengan carrier identifikasi kaus awal perlu dilakukan untuk membantu pencarian orang yang diduga (kontak) sebagai sumber pemularan (carrier). Identifikasi paparan ini selanjutnya dapat dipakai sebagai arahan untuk identifikasi sumber penularan yang lebih spesifik (tingkat resiko penularan) atau untuk membantu penegakan diagnosis penyakit.

3.                  Penanggulangan KLB
Menurut Goodman et al (1990), tujuan utama penyelidikan epidemiologi KLB adalah merumuskan tindakan untuk mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB di masa mendatang (pengendalian).
Tindakan penanggulangan KLB didasari oleh diketahuinya :
a.       etiologis,
b.      sumber dan cara penularan.
1)      Tindakan
a.      Menghilangkan sumber penularan
·         Menjauhkan sumber penularan dari orang
·         Membunuh bakteri pada sumber penularan
·         Melakukan isolasi atau pengobatan pada orang yang diduga sebagai sumber penularan
b.      Memutus rantai penularan
·         Strategi sumber pencemaran
·         Mengendalikan vektor
·         Peningkatan higiene perorangan
c.       Mengubah respons orang terhadap penyakit
·         Melakukan imunisasi
·         Mengadakan pengobatan
Sumber : Kelsey et al., 1986

2)      Pengendalian
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain.
Informasi tersebut meliputi :
a.       Keadaan penyebab KLB,
b.      kecenderungan jangka panjang penyakit
c.       daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat) dan
d.      populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas).

3)      Sistem surveilans
Agar dapat mengevaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan dan mencegah timbulnya komplikasi atau kematian, maka diperlukan sistim penemuan kasus dan kasus komplikasi secara dini. Sistim berlaku selama periode KLB atau periode yang diduga komplikasi akan terjadi. Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat, kader) biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan komplikasinya (Bres, 1986).

4)      Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan mereapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.
Menurut Bres (1986) agar hasil penyelidikan epidemiologi KLB dapat digunakan sesuai dengan tujuannya maka laporan hasil penyelidikan epidemiologi KLB hendaknya berisi :
1.      Latar belakang, yang meliputi analisis keadaan geografis, kondisi alam, kependudukan, status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan, sistem kewaspadaan dini yang berlaku, insidens penyakit dalam keadaan biasa.
2.      Riwayat kejadian KLB pada penyakit yang sama di daerah setempat atau di daerah yang lain.
3.      Metoda penyelidikan epidemiologi KLB, yang meliputi definisi kasus, alat yang digunakan (kuestioner), perjalanan penyakit, cara survai (pelayanan kesehatan, Rumah sakit, survai rumah tangga), rancangan penelitian, cara pengumpulan specimen, teknik pemeriksaan laboratorium, kuantitas dan kualitas tenaga yang dipakai.
4.      Analisis data, meliputi :
·         Data klinis (frekuensi gejala/tanda), perjalanan penyakit, diagnosis banding, komplikasi penyakit, case fatality rate, frekuensi komplikasi yang terjadi)
·         Data epidemiologi, deskripsi kejadian menurut waktu, tempat dan orang.
·         Analisis cara dan sumber penularan (sumber infeksi, tempat dan cara masuknya agent penyebab ke penjamu, faktor-faktor yang mempengaruhi penularan)
·         Data laboratorium (pemeriksaan agent penyebab, konfirmasi serologis, reliabilitas dan validitas hasil pemeriksaan).
5.      Pembahasan, yaitu interpretasi dari analisis data, perumusan hipotesis mengenai penyebab, sumber dan cara penularan, analisis statistik dari uji hipotesis.
6.      Kesimpulan, mengenai diagnosis penyakit, keadaan KLB, sumber dan cara penularan, keadaan penyebab KLB.
7.      Rekomendasi cara penanggulangan dan penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi dasar-dasar pengambilan keputusan dan deskripsi cara penanggulangan dan pengendalian KLB.

Berbagai kendala yang khas pada penyelidikan epidemiologi KLBMenurut Goodman (1990) ada beberapa kendala yang sering dihadapi pada penyelidikan epidemiologi KLB, meliputi :
1.      Variasi sumber, macam dan keakuratan data yang dikumpulkan Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering diperlukan beberapa data misalnya data rumah sakit, Puskesmas, sekolah. Berbagai data tersebut kadang bervariasi dalam macam informasi yang dicatat dan tenaga yang mencatat. Dengan demikian dapat menimbulkan perbedaan pada reliabilitas dan validitas datanya. Untuk itu pada penyelidikan epidemiologi KLB kadang diperlukan pencatatan ulang agar data yang digunakan valid dan reliabel.
2.      Validitas dan reliabilitas pengumpulan data. Pada penyelidikan epidemiologi KLB sering tak cukup waktu untuk mengadakan pelatihan kepada petugas pengumpul data maupun uji coba kuestioner.
3.      Kekuatan penelitian. Jumlah sampel kadang hanya sedikit sehingga tidak dapat diperoleh kekuatan penelitian seperti yang diharapkan.
4.      Pengumpulan specimen. Penyelidikan epidemiologi KLB kadang baru dilaksanakan beberapa hari sesuadah kejadian sehingga sering specimen (bahan makanan atau makanan) yang diperlukan sudah tidak didapat.

F.                 Contoh Kasus KLB Karena Makanan

KLB KERACUNAN MAKANAN DI SDN 12 PALU KEL. SIRANINDI KEC. PALU BARAT KOTA PALU PEBRUARI 2011

Kejadian Luar Biasa keracunan makanan hingga saat ini masih sering  terjadi di Kota Palu.   Pada tahun 2010 telah terjadi 2 (dua ) kali KLB keracunan makanan.   Umumnya penyebab terjadinya KLB keracunan makanan tersebut yaitu rendahnya sanitasi tempat pengolahan makanan.
Pada tanggal  14 Pebruari 2011 telah diterima laporan  KLB  dari Puskesmas Kamonji yang melaporkan telah terjadi  Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan di SD Negeri 12 Palu  Kelurahan Siranindi Kecamatan Palu Barat Kota Palu, dengan jumlah kasus 8  orang  tanpa kematian (CFR 0,0 %).

Ø    Kronologis Kejadian
Pada hari kamis  tanggal  10 Pebruari  2011  di SD Negeri 12 Palu Kelurahan Siranindi, pukul 11.00 WITA ada pembagian makanan ringan  nestle milo (coco blezz) dari PT Pagasindo bagi siswa dan para guru di SD tersebut. Setengah  jam kemudian salah satu dari yang makan snack  merasakan pusing, mual, dan muntah dan beberapa jam selanjutnya disusul dengan keluhan yang hampir sama pada yang lain dan sampai pada pukul 16.00 WITA beberapa  yang makan snack  mengalami pusing, gejala mual, sakit perut, muntah, dan diare bahkan ada yang mengalami demam.  Satu orang rawat jalan di dokter praktek yang lainnya mencari pengobatan  masing-masing.  Hasil penyelidikan lebih lanjut diperoleh bahwa penderita yang rawat jalan  mengalami gejala yang paling banyak yaitu pusing, mual, muntah dan demam. Berdasarkan hasil  wawancara didapat jumlah yang sakit sebanyak 69 orang dari sekitar 416 jumlah siswa dan guru di SD Negeri 12 Palu yang mengkonsumsi snack milo.

Ø    Distribusi Kasus Berdasarkan  Gejala Klinis
Hasil penelusuran kasus didapatkan bahwa jumlah warga yang mengalami gejala keracunan  sebanyak 69 orang .


Tabel 1.Distribusi KLB Kasus Keracunan Makanan Menurut Gejala yang Ditemukan  Di SDN 12 Palu  Kecamatan Palu Barat Kota Palu -  Februari   2011
No
Gejala
Jumlah
%
1
Pusing
47
68,1
2
Mual
15
21,7
3
Muntah
7
10,1
4
Diare
6
 8,7
5
Sakit Perut
43
62,3
6
Demam
1
 1,4
N = 69   orang

Berdasarkan tabel 1 tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita mengalami gejala pusing, sakit perut, dan mual ada pula yang disertai diare,muntah dan demam.
Adapun jumlah seluruh kasus yang mengalami gejala keracunan makanan adalah 69 orang tanpa kematian, dan 1 orang mendapat perawatan lanjut yaitu rawat jalan adalah anak yang mengalami demam, mual, muntah dan pusing.

Ø    Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu dan Masa Inkubasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penderita didapatkan bahwa  mulai makan  snack milo antara jam 11.00  s/d 12.30 , dan mulai  menunjukkan gelaja  antara  jam 11.30 s/d 16.00 setelah makan, dari keterangan tersebut diduga bahwa masa inkubasi terpendek ½ jam dan terpanjang 5 jam setelah makan.

Ø    Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin
KLB keracunan makanan di SDN 12  Kelurahan Siranindi dari 69 penderita terdapat 34 penderita berjenis kelamin laki-laki dan 35 penderita berjenis kelamin perempuan.

Ø    Dalam kasus tersebut dapat dilakukan Upaya Penanggulangan
Upaya –upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Pengobatan dan perawatn penderita yang dilakukan oleh Puskesmas Kamonji.
2.      Pencarian dan pelacakan kasus baru,
3.      Penganbilan dan pemeriksaan sampel makanan.
4.      Penyuluhan langsung tentang sanitasi dan pengamanan makanan kepada penyalur snack milo dan penjual jajanan di sekitar sekolah.
5.      Memberikan penyuluhan terhadap anak-anak sekolah tentang dampak dari makanan ringan /snack yang sudah kaduarsa.